Selasa, 06 Januari 2015

Skandal Enron Corp.

Diposting oleh Taty saeng G di 10.34 0 komentar

ENRON DAN SISI GELAP KAPITALISME

     Sejarah, kata Francis Fukuyama, telah berakhir dengan kemenangan demokrasi dan pasar bebas. Kenapa demokrasi Amerika tak bisa mengakhiri sejarah ketamakan manusia akan uang serta kekuasaan?

     Enron Corp. adalah “pencakar langit” dalam dunia bisnis Amerika, sama seperti Gedung World Trade Center yang menjulang tinggi di kota New York. Mirip Tragedi WTC, tapi minus darah dan kematian, Enron menguap jadi debu saat perusahaan itu menyatakan diri bangkrut pada 2 Desember lalu, -kebangkrutan terbesar dalam sejarah bisnis Amerika sepanjang masa.

Kali ini, tak ada Usamah bin Ladin atau Al Qaidah yang bisa menjadi kambing hitam. Publik Amerika dipaksa untuk menuding cacat dalam sistemnya sendiri-sistem ekonomi maupun politiknya-sebagai “teroris” yang merontokkan Enron secara mengejutkan itu.

     Mengejutkan dan mencengangkan. Belum lama berselang, perusahaan raksasa energi itu masih bertengger di peringkat ke-7 dalam “Fortune 500″-daftar perusahaan terkaya dunia versi Majalah Fortune. Omsetnya bisnisnya pada tahun 2000 lalu tercatat sekitar US$ 100 milyar, kurang-lebih sama dengan total pendapatan kotor negeri sebesar Indonesia pada tahun yang sama.

Enron dipandang sukses menyulap diri dari sekadar perusahaan pipanisasi gas alam di Negara Bagian Texas pada 1985 menjadi raksasa global dalam beberapa tahun terakhir. Dia membeli perusahaan air minum di Inggris dan membangun pembangkit listrik swasta di India. Konsep bisnisnya yang visioner dan futuristik membuat dia menjadi anak emas di lantai bursa Wall Street. Harga sahamnya terus meroket.

     Akhir 1999, Enron meluncurkan EnronOnline yang dianggap akan mengubah wajah bisnis energi masa depan. Memanfaatkan Internet, divisi e-commerce itu membeli gas, air minum dan tenaga listrik dari produsen dan menjualnya kepada pelanggan atau distributor besar. Enron bahkan memperluas wilayah: membangun jaringan telekomunikasi berkecepatan tinggi serta bertekad menjual bandwidth jaringan itu seperti dia menjual gas dan listrik. Setelah itu mungkin dia akan jual-beli online untuk kertas daur ulang pabrik miliknya.

Tak lama setelah dia memasuki bisnis jasa video-on-demand-menjual tayangan video kepada pelanggan via sambungan internet kecepatan tinggi–harga saham Enron mencapai puncaknya, US$ 90 per lembar, pada Agustus 2000. Meski kemudian merosot bersama jatuhnya saham-saham teknologi dan internet lain, pertengahan tahun lalu nilai pasar Enron (jumlah lembar saham dikalikan harganya) masih berkisar US$ 60 milyar, atau dua kali lipat anggaran belanja Indonesia.

Miliaran dolar menguap hampir seketika. Pada Oktober 2001 Enron menjatuhkan bom di Wall Street dengan melaporkan kerugian ratusan juta dolar pada kwartal itu. Sangat mengejutkan karena Enron hampir selalu membawa berita gembira ke lantai bursa dengan selama empat tahun berturut-turut melaporkan keuntungan. Kabar buruk itu membanting harga saham Enron dari sekitar US$ 30 menjadi US$ 10 per lembar, hanya dalam hitungan hari.

     Securities Exchange Commission (SEC), badan pengawas pasar modal, membaui ada yang tidak beres dan mulai menggelar penyidikan. Dalam kondisi terdesak, Enron menjatuhkan bom lebih dahsyat lagi ke lantai bursa ketika pada 8 November mengakui bahwa keuntungannya selama ini adalah fiksi belaka. Enron merevisi laporan keuangan lima tahun terakhir dan membukukan kerugian US$ 586 juta serta tambahan catatan utang sebesar US$ 2,5 miliar.

Harga saham Enron makin berkeping. Namun, pada akhir November, Enron sedikit bisa bernafas lega ketika Dynegy Inc, pesaingnya yang jauh lebih kecil, berniat membeli sahamnya dalam sebuah kesepakatan merger. Harapan itu tak berumur lama. Spiral kematian terus berlanjut. Dynegy mundur setelah Enron makin kehilangan kepercayaan investor dan rating kreditnya jatuh ke titik terendah-berstatus “junk-bond”.

     Dalam sebuah hari yang paling “berdarah”, ketika tak kurang seperempat milyar lembar sahamnya dipertukarkan di lantai bursa, harga Enron meluncur ke dasar jurang. Hanya puluhan sen nilainya. Beberapa hari kemudian Enron menyerah: mengajukan petisi bangkrut.
Seperti timbunan besi dan beton bekas bangunan WTC di Manhattan, Enron adalah puing berdebu sekarang. Tapi, cerita tak berakhir di situ.

Lebih Dahsyat dari Bre-X
     Punahnya Enron meninggalkan kerugian milyaran dolar bagi investor. Sertifikat saham mereka tak lagi punya nilai-mungkin hanya layak dipajang dalam pigura untuk mengenang salah satu skandal keuangan terbesar di awal abad ini. Skandal Enron lebih dahsyat dari Skandal Saham Bre-X di Bursa Kanada beberapa tahun lalu. Saham Bre-X meroket hanya untuk terjun bebas setelah perusahaan itu mengaku bahwa tambang emasnya di Busang, Kalimantan, terbukti palsu.

Kolapsnya Enron juga mengguncang neraca keuangan para kreditornya yang harus gigit jari meski telah mengucurkan milyaran dolar-JP Morgan Chase dan Citigroup adalah dua kreditor terbesarnya.
Hujan tangis mewarnai dengar pendapat dalam sebuah komite kongres awal Januari ini ketika para karyawan Enron dan investor kecil-kecilan mengisahkan bagaimana simpanan hari tua mereka musnah hampir seketika. Sebagian besar dana pensiun dan tabungan 20.000 karyawan Enron terikat dalam saham yang kini tiada nilai.

     Beberapa pekan sebelum bangkrut, Enron juga memecat sekitar 5.000 karyawannya, dari teknisi komputer di Texas hingga pendaur-ulang kertas di New Jersey, menambah beban pengangguran di Amerika yang sekarang sudah mencapai tingkat terburuk dalam 25 tahun terakhir.

Dengan dampak demikian luas, drama sebenarnya-juga sirkus–bahkan baru saja dimulai. Skandal Enron menemukan bentuk barunya di panggung pertempuran hukum yang luas, baik pidana maupun perdata. Implikasi politiknya terbukti telah ikut mengguncang sekaligus Gedung Putih dan Capitol Hill (Gedung Kongres).

     Departemen Kehakiman kini menyidik kemungkinan adanya aspek pidana dalam kasus itu. Empat komite kongres, semacam panitia khusus (pansus) DPR di sini, giat mengaduk apa yang tersembunyi. Dan Departemen Tenaga Kerja mencoba mencari siapa yang bertanggungjawab atas kerugian besar para karyawan.

Salah satu episode paling menarik akan dipertontonkan 4 Februari mendatang ketika sebuah komite kongres mengundang aktor utama dalam drama ini: Kenneth L. Lay, presiden komisaris sekaligus direktur Enron. Ken Lay akan ditanyai banyak hal.

     Salah satunya: bagaimana bisa dia meraup untung ratusan juta dolar dari penjualan saham Enron sementara ribuan karyawan nyaris kiamat hidupnya tanpa perlindungan?
Sejak akhir tahun 2000, ketika harga saham Enron di posisi puncak, para eksekutif menjual saham yang mereka miliki dengan total nilai US$ 1,1 milyar. Selama empat tahun terakhir, Ken sendiri diperkirakan meraup untung US$ 205 juta dari penjualan sahamnya. Dalam kurun yang sama dia membujuk karyawan dan investor untuk membeli saham Enron, antara lain dengan iming-iming laporan keuangan yang menjanjikan tapi palsu itu.
     Bahkan pada 26 September 2001, ketika harga saham jatuh menjadi US$ 25 per lembar, Ken Lay masih mencoba menghibur karyawan untuk tidak menjualnya, sebaliknya membujuk mereka membeli. Dalam e-mail yang dikirimkan kepada para karyawan yang risau, dia mengatakan perusahaan dalam kondisi sehat secara keuangan dan bahwa harga saham Enron “luar biasa murah” dalam posisi itu. Namun, hanya beberapa pekan kemudian, Enron melaporkan kerugian yang bermuara pada kebangkrutannya. Para karyawan tak bisa menjual saham mereka sampai semuanya sudah terlambat: Enron kehilangan nilai sama sekali.

     Pertanyaan penting lain akan menyangkut inti dari skandal ini: kenapa Lay membolehkan para eksekutif Enron membentuk sejumlah perusahaan rekanan rahasia dengan institusi di luar yang tidak jelas reputasinya? Tidakkah dia dan dewan direksi mengeduk keuntungan dari perusahaan rekanan itu, sekaligus menyembunyikan hutang Enron di situ sehingga neraca keuangan Enron tetap nampak manis padahal kenyataannya busuk?

Pertanyaan serupa akan diajukan para penyidik kepada para eksekutif di Arthur Andersen, perusahaan akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Enron. Bagaimana bisa mereka kecolongan selama beberapa tahun tanpa menandai penyimpangan dalam akutansi Enron yang agresif, bahkan kriminal itu? Seberapa banyak Andersen tahu tentang pemusnahan sejumlah dokumen audit Enron oleh salah satu auditornya? Pertanyaan yang lebih kejam: tidakkah Andersen ikut terlibat mempermak laporan keuangan mengingat Enron membayar mahal perusahaan itu-US$ 52 juta pada tahun 2000-tak hanya untuk jasa audit tapi juga jasa konsultasi?
Tapi, soal bisa akan lebih sederhana andai saja hanya Ken Lay, atau Arthur Andersen, yang bisa jadi kambing hitam. Skandal Enron tak sesederhana itu.

Jebolnya Pertahanan Berlapis
     Majalah Newsweek menulis, skandal ini cukup menakutkan. Yakni kegagalan sistemik, sesuatu yang sebenarnya tercermin jelas dalam Tragedi 11 September. Saat itu, semua perangkat seperti bisu dan tuli tak bisa mencegah teroris membajak empat pesawat, menabrakkannya ke pencakar langit dan membunuh ribuan orang. Dalam kasus Enron, sistem kontrol berlapis-lapis tidak bisa mencegah segelintir orang memuaskan ketamakan di atas penderitaan banyak orang.

Para direktur perusahaan publik punya kewajiban legal dan moral untuk memberikan data keuangan yang jujur-para direksi Enron tidak melakukannya.
Fungsi auditor independen tak hanya memastikan bahwa laporan keuangan sebuah perusahaan sesuai dengan aturan dan standar akutansi, tapi juga memberi investor maupun kreditor gambaran yang fair serta akurat tentang apa yang terjadi. Andersen gagal di dua lapangan itu.

Para analis di Wall Street diharapkan menyiangi secara kritis apa yang tersembunyi di balik angka-angka-tak satupun melakukannya.
Bahkan nyaris tak satu pun para wartawan bisnis-pilar keempat demokrasi-mampu mengendus keanehan Enron sampai kebusukan telah demikian menusuk hidung.
Skandal Enron tak hanya menyangkut episode ketika perusahaan itu rontok tiba-tiba. Tapi, juga misteri bagaimana dia mencuat menjadi raksasa yang meteorik. Dan ini merupakan bagian yang lebih menakutkan lagi karena menyangkut aspek politik dan ekonomi lebih luas, tak sekadar sektor keuangan.

Tempat Auditor Bekerja

Diposting oleh Taty saeng G di 10.18 0 komentar

TEMPAT AUDITOR BEKERJA

Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi.
Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
·         Auditor Pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia, auditor pemerintah dapat dibagi menjadi dua yaitu:
·         Auditor Eksternal Pemerintah yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan yang tidak tunduk kepada pemerintah, sehingga diharapkan dapat bersikapindependen.
·         Auditor Internal Pemerintah atau yang lebih dikenal sebagai Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen/LPND, dan Badan Pengawasan Daerah.
·         Auditor Intern merupakan auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.
·         Auditor Independen atau Akuntan Publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka, yaitu perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan besar dan juga perusahaan kecil serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP).
·         Auditor PajakDirektorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggungjawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP dilapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa). Karikpa mempunyai auditor-auditor khusus. Tanggungjawab Karikpa adalah melakukan audit terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan.

Jurnal “The Influence of Good Corporate Governance to the Company’s Financial Performance (ROE and NPM) in Indonesia Stock Exchange”

Diposting oleh Taty saeng G di 09.52 0 komentar

Judul Jurnal:
The Influence of Good Corporate Governance to the Company’s Financial Performance (ROE and NPM) in Indonesia Stock Exchange
Penulis:  Like Monisa Wati (Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unversitas Padang)
Nama jurnal & vol:
Jurnal Manajemen, Volume 01, Nomor 01, September 2012”

Abstrak
            The application for corporate governance (Good Corporate Governnce) can be interpreted as a process used by companies to improve the quality of the financial performance company's. The purpose of this research is to analyze the influence of Good Corporate Governance to the company's financial performance (ROE and NPM) in Indonesia Stock Exchange. This research include to the causative research. The research sample was determined by the method of purposive sampling. Research sample chosen by purposive sampling method and research period in 2008 untill 2010, so the sample of this research is 13 corporations.. The kind of data is secondary data from www.idx.co.id and The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). The method of analysis used is a simple regression analysis. For testing the hypothesis using the t test statistic. The results of this study concluded that the Good Corporate Governance (CGPI) that affect the financial performance company's (ROE and NPM).

Masalah:
1.       Apakah Good Corporate Governance berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan (ROE) pada perusahaan yang terdaftar di BEI yang masuk dalam daftar pemeringkatan oleh The Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) ?
2.       Apakah Good Corporate Governance berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan (NPM) pada perusahaan yang terdaftar di BEI yang masuk dalam daftar pemeringkatan oleh The Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) ?

Tabel Operasional
Variabel
Indikator
Ukuran
Skala
Y (Good Corporate Governance)
Kinerja keuangan perusahaaan
Tingkat kecukupan
Ordinal
X1 (ROE)
·    Laba Bersih
·    Total Ekuitas
Tingkat Kecukupan
Ordinal
X2 (NPM)
·    Laba Usaha
·    Penjualan
Tngkat Kecukupan
Ordinal


Analisis Data
            Analisis ini dilakukan dengan pengujian regresi sederhana, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik yang berguna untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah memenuhi model regresi. Pengujian ini meliputi uji normalitas dengan metode Kolmogorof-Smirnov test, uji autokorelasi dengan perhitungan Durbin-Watson Test (DWStat), uji heteroskedastisitas yang dilakukan dengan Spearman Correlation. Kemudian Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit Test) meliputi Uji Koefisien Determinasi (R²). Selanjutnya melakukan uji masing-masing hipotesis (uji t).

            Angka-angka yang dihasilkan dapat dijelaskan sebagai berikut: Nilai konstanta sebesar -27,214 artinya tanpa adanya CGPI, maka nilai ROE akan turun sebesar 27,214%. Nilai koefisien CGPI adalah sebesar 0,539 menunjukkan hasil yang positif yang berarti setiap meningkatnya CGPI sebesar 1 maka akan meningkatkan ROE sebesar 0,539%.

            Angka-angka yang dihasilkan dapat dijelaskan sebagai berikut: Nilai konstanta sebesar -29,037 artinya tanpa adanya CGPI, maka nilai NPM akan turun sebesar 29,037%. Nilai koefisien CGPI adalah sebesar 0,508 menunjukkan hasil yang positif yang berarti setiap meningkatnya CGPI sebesar 1 maka akan meningkatkan NPM sebesar 0,508%.

            Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa nilai Adjusted R2 yang diperoleh sebesar 0,335. Ini berarti bahwa kinerja keuangan (ROE) perusahaan yang terdaftar di BEI yang masuk dalam daftar pemeringkatan oleh The Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya yaitu CGPI sebesar 11,2 dan sisanya 88,8% dipengaruhi oleh variabel lainnya.

            Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa nilai Adjusted R2 yang diperoleh sebesar 0,405. Ini berarti bahwa kinerja keuangan (NPM) perusahaan yang terdaftar di BEI yang masuk dalam daftar pemeringkatan oleh The Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya yaitu CGPI sebesar 16,4 dan sisanya 83,6% dipengaruhi oleh variabel lainnya.

            Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai koefisien CGPI bernilai positif 0,539 dan nilai t hitung adalah sebesar 2,160 dengan signifikan 0,037 < 0,05. Hal ini berarti CGPI berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROE pada perusahaan yang terdaftar di BEI yang masuk dalam daftar pemeringkatan oleh IICG, sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis diterima.

            Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai koefisien CGPI bernilai positif 0,508 dan nilai t hitung adalah sebesar 2,692 dengan signifikan 0,011 < 0,05. Hal ini berarti CGPI berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPM pada perusahaan yang terdaftar di BEI yang masuk dalam daftar pemeringkatan oleh IICG, sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis diterima.


Kesimpulan
            Berdasarkan pendahuluan, kajian teori dan pengolahan data serta pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Praktek Good Corporate Governance (CGPI) berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan ROE dan NPM pada perusahaan yang terdaftar di BEI yang masuk dalam daftar pemeringkatan oleh The Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG).

Judul skripsi yang akan saya tulis:
“GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) SEBAGAI PRINSIP IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)”

 

Taty Harlini Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos