Perubahan yang
terjadi sesuai dengan kebutuhan zaman dan keinginan pemerintah yang berkuasa,
terjadi karena keinginan negara pemberi bantuan dan pemberi utang.
Hal ini bisa dilihat mulai dari
UU No 11 Tahun 1953 sebagai perubahan terhadap “De Javasche Bankwet 1922” dan
UU tanggal 31 Maret 1922 (Staatsblad 1922 Nr 181), UU No 13 Tahun 1968 sebagai
perubahan terhadap UU No 11 Tahun 1953, UU No 23 tahun 1999 yang melakukan
perubahan UU No 13 Tahun 1968, UU No 3 Tahun 2004 amendemen terhadap UU No 23
Tahun 1999, dan terakhir adalah Perppu No 2 Tahun 2008 sebagai perubahan kedua
UU No 23 Tahun 1999.
Dalam waktu yang
tidak terlalu lama lagi, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan
membahas UU tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), satu undang-undang yang
diamanatkan oleh UU No 3 Tahun 2004 yang harus dibentuk. Yang segera akan
berpindah tangan adalah fungsi pengawasan bank ke lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Artinya, ini bukan hanya
akan merupakan perubahan terhadap UU Bank Indonesia, tetapi yang paling kasat
mata adalah perubahan fungsi Bank Indonesia. Fungsi pengawasan yang sempat
dinikmati oleh Bank Indonesia selama masa reformasi.
Telunjuk yang selalu menuding ke arah ke Bank Indonesia, ada karena tidak mampunya mereka melakukan pengawasan secara baik terhadap bank. Contoh yang paling aktual adalah gagalnya Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Bank Century. Timbul kecaman pedas karena bailout Bank Century yang oleh banyak pihak dianggap tidak masuk akal. Bank Indonesia dianggap tidak mampu bertindak tegas atau tidak mampu menjatuhkan hukuman yang keras kepada bank yang ditengarai melakukan fraud atau kejahatan perbankan lainnya.
Telunjuk yang selalu menuding ke arah ke Bank Indonesia, ada karena tidak mampunya mereka melakukan pengawasan secara baik terhadap bank. Contoh yang paling aktual adalah gagalnya Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Bank Century. Timbul kecaman pedas karena bailout Bank Century yang oleh banyak pihak dianggap tidak masuk akal. Bank Indonesia dianggap tidak mampu bertindak tegas atau tidak mampu menjatuhkan hukuman yang keras kepada bank yang ditengarai melakukan fraud atau kejahatan perbankan lainnya.
Sinkronisasi Pasal
Otoritas Jasa
Keuangan ini bukan konsep baru dalam UU Bank Indonesia. Bahkan, dalam UU No 23
Tahun 1999, pembentukan lembaga yang akan melakukan pengawasan secara khusus
terhadap perbankan akan dibentuk selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2002.
Kemudian, diperpanjang oleh UU No 3 Tahun 2004 menjadi selambat-lambatnya 31
Desember 2010.
Bukan hanya
pemisahan fungsi pengawasan bank yang terjadi dengan dibentuknya OJK. Secara
teoretis, pemisahan otoritas keuangan dan moneter dilakukan dalam rangka
menjaga independensi bank sentral dan otoritas jasa keuangan, sehingga terjadi
efisiensi dan saling mengawasi untuk menghindari penyimpangan. Akan tetapi,
dalam perkembangannya, negara-negara yang selama ini me¬nganut pemisahan
tersebut, sejak terjadi krisis, sudah mulai mendiskusikan penggabungan kembali
kedua fungsi tersebut dalam satu lembaga, yaitu bank sentral seperti yang
terjadi di Amerika.
Pembentukan OJK ini
akan berpengaruh terhadap beberapa ketentuan dalam UU Bank Indonesia.
Pasal-pasal dalam UU OJK yang juga harus di¬sesuaikan dengan UU BI paling
kurang harus dilakukan terhadap Bab VI, Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank,
Pasal 24–35. Artinya, melaksanakan perintah Pasal 34 UU BI tidak hanya berhenti
pada pembentukan OJK, tetapi juga harus ada sinkronisasi kedua UU mengenai
tugas mengatur dan mengawasi bank.
Sinkronisasi ini
terutama berhubungan dengan sanksi terhadap bank yang melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 23 UU BI, Pasal 26 ketentuan di bidang
perizinan, termasuk mencabut izin usaha, pembukaan dan penutupan serta
pemindahan kantor bank, izin pemilikan bank dan izin kepada bank untuk
menjalankan kegiatan tertentu. Pasal 28 mengenai kewajiban menyampaikan
laporan. Pasal 29 pemeriksaan bank secara berkala atau pemeriksaan sesuai
dengan keperluan. Pasal 31, kewenangan menghentikan sementara kegiatan yang
diduga merupakan tindak pidana perbankan. Pasal 32, mengenai sistem informasi
antarbank. Lalu yang tidak kalah pentingnya lagi adalah mengenai ketentuan
Pasal 11 UU No 23 Tahun 1999 jo UU No 3 Tahun 2004 jo UU No 6 Tahun 2009,
tentang fasilitas pembiayaan darurat. Semua ketentuan ini pasti akan saling
terkait dengan fungsi pengawasan bank.
Pekerjaan Besar
Pekerjaan Besar
Persiapan yang
harus segera dilakukan Bank Indonesia dan pemerintah sekarang adalah mulai
memisahkan fungsi pengawasan Bank Indonesia pada lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan.
Pemisahan ini akan menjadi pekerjaan rumah Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan. Pekerjaan rumah itu termasuk mempersiapkan organisasi yang kuat dan melakukan seleksi yang patut terhadap personel-personel yang akan diberi kepercayaan untuk memimpin lembaga yang sangat terkait dengan gelimangan uang. Pemisahan ini tentu akan menjadi salah satu pekerjaan berat yang harus dilakukan tanpa me¬nunggu kedatangan Gubernur Bank Indonesia yang baru, siapa pun yang terpilih nanti.
Pemisahan ini akan menjadi pekerjaan rumah Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan. Pekerjaan rumah itu termasuk mempersiapkan organisasi yang kuat dan melakukan seleksi yang patut terhadap personel-personel yang akan diberi kepercayaan untuk memimpin lembaga yang sangat terkait dengan gelimangan uang. Pemisahan ini tentu akan menjadi salah satu pekerjaan berat yang harus dilakukan tanpa me¬nunggu kedatangan Gubernur Bank Indonesia yang baru, siapa pun yang terpilih nanti.
Sebagai akibat
langsung dari adanya OJK kegiatan yang tidak kalah beratnya menunggu Gubernur
Bank Indonesia adalah melakukan perampingan terhadap Bank Indonesia. Bank
Indonesia adalah bank sentral yang bertujuan mencapai dan memelihara kestabilan
rupiah, bukan bank dagang. Berkaca dari bank sentral yang sudah sangat mapan,
organisasi Bank Indonesia yang mempunyai perwakilan di banyak provinsi dan di
luar negeri layak dipertimbangkan untuk dikurangi. Gemuknya organisasi ini,
tentu juga memengaruhi besarnya biaya Bank Indonesia.
Pekerjaan yang juga menunggu Gubernur Bank Indonesia adalah pembentukan Badan Supervisi Bank Indonesia. Badan supervisi yang selama ini menjalankan tugasnya telah lama berakhir. Belum ada penggantinya. Badan supervisi ini, sebagaimana berulang kali dinyatakan oleh Darmin Nasution sebagai wakil pemerintah dalam melakukan amendemen UU BI, adalah dalam rangka memperkuat akuntabilitas Bank Indonesia, dengan tugas pokok mengawasi secara profesional Bank Indonesia. Fungsi pengawasan terhadap Gubernur Bank Indonesia inilah yang sekarang tidak ada.
Pekerjaan yang juga menunggu Gubernur Bank Indonesia adalah pembentukan Badan Supervisi Bank Indonesia. Badan supervisi yang selama ini menjalankan tugasnya telah lama berakhir. Belum ada penggantinya. Badan supervisi ini, sebagaimana berulang kali dinyatakan oleh Darmin Nasution sebagai wakil pemerintah dalam melakukan amendemen UU BI, adalah dalam rangka memperkuat akuntabilitas Bank Indonesia, dengan tugas pokok mengawasi secara profesional Bank Indonesia. Fungsi pengawasan terhadap Gubernur Bank Indonesia inilah yang sekarang tidak ada.
0 komentar:
Posting Komentar